MULAI MENGAJI

21 11 2008

Santri-santri putri mulai mengaji kitab setelah menjalani libur panjang





Tasyakur Khotmil Alquran

13 09 2008

 

Santri Wati khotimat Alqur’an berfoto dengan Pengasuh Pesantren

(Kempek 21 Sya’ban 1428) Tasyakur Khotmil Alquran wal Kutub al Muqarrorah adalah merupakan acara rutin yang diadakan pada akhir tahun pelajarn Majlis Tarbiyyatul Mubtadi’an Pondok Pesantren Putri Kempek Gempol Cirebon. Acara yang mementaskan bacaan Alquran oleh para Khotimat dan pagelaran Kitab-kitab klasik ini di hadiri oleh para wali santri dari penjuru Indonisia. Acara dimulai dengan pembukaan tawassul yang dilakukan oleh Buya Haji Ja’far Aqil Sirdj kemudian dilanjutkan dengan ceramah umum yang disampaikan oleh KH. Musthofa Aqil Siradj.  Pementasan Bacaan Alquran dan pegelaran kitab-kitab Klasik merupakan  puncak acara pada malam hari Itu.





SANTRI INDIGO

10 09 2008

Peserta Pelatihan Photo bareng dengan Pengasuh MTM, Buya H. Jafar Aqiel (duduk dua dari kanan), Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshidiqi (duduk tengah)

CIREBON – Untuk kelima kalinya, Harian Umum Republika bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk kembali menggelar pelatihan internet bagi kalangan santri di pondok pesantren. Kali ini, kegiatan yang bertajuk ‘Santri Indigo’ (Indonesia Digital Community) itu digelar di Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jabar, 25-26 Agustus 2008.

Kegiatan yang bertemakan ‘Internet Pesantren Wahana Syiar Digital’ tersebut diikuti 75 peserta yang berasal dari 25 pondok pesantren dari berbagai daerah di wilayah III Cirebon. Dari 75 peserta tersebut, sebanyak 60 orang merupakan santri, dan 15 orang lainnya merupakan ustadz/pengasuh pondok pesantren.

Turut hadir dalam acara tersebut Hakim Konstitusi RI, Prof DR Jimly Asshiddiqie SH, Vice President Public Relation and Marketing Communication PT Telkom Indonesia Tbk, Eddy Kurnia, Ketua dan Pengasuh Majelis Tarbiyyatul Mubtadi-in Pondok Pesantren Kempek, KH Ja’far Agil Siraj, Direktur IT PT Telkom, Indra Utoyo, dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Umum Republika, Nasihin Masha.

Selain diisi dengan pemberian materi dan pelatihan pembuatan blog di internet, para peserta juga diberikan pelatihan menulis berita. Tak hanya itu, para peserta juga dibekali materi tentang pembangunan motivasi diri yang disampaikan Jimly Asshidiqie.

Dalam paparannya, Jimly mengungkapkan bahwa para santri dari pondok pesantren memiliki peran yang sangat besar dalam perbaikan umat Islam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Bahkan, sambung dia, tak sedikit tokoh negara yang berasal dari kalangan santri pondok pesantren.

‘’Namun untuk bisa menjadi seperti itu, para santri harus memiliki berbagai keunggulan,’’ tegas Jimly.

Menurut Jimly, selama ini para santri memiliki keunggulan berupa pemahaman yang lebih dalam mengenai akhlak dan ilmu agama. Namun, imbuh dia, hal tersebut harus pula ditunjang dengan kemampuan di bidang teknologi dan informasi.

Jimly mengatakan, dengan kemampuan di bidang teknologi dan informasi tersebut, para santri dapat meluaskan syiar dakwah melalui dunia maya. Hal itu, juga dapat sekaligus membendung berbagai pengaruh buruk dari penggunaan internet.

‘’Dengan internet, para santri pun dapat lebih mudah mengakses berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai belahan dunia dengan cepat, mudah, dan murah,’’ tutur Jimly.

Sementara itu, Vice President Public Relation and Marketing Communication Telkom, Eddy Kurnia, dalam sambutannya, menjelaskan, kegiatan Santri Indigo tersebut merupakan salah satu bentuk CSR yang dilakukan PT Telkom. Pihaknya berharap, melalui kegiatan itu para santri dan kalangan pesantren lainnya dapat akrab dengan teknologi informasi.

‘’Kami berharap para santri nantinya dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh dalam Santri Indigo ini untuk kepentingan syiar dakwah,’’ tegas Eddy.

Lebih lanjut Eddy menjelaskan, selain kegiatan Santri Indigo, Telkom juga selama ini telah melakukan kegiatan CSR bagi para guru dengan nama ‘Bagimu Guru Kupersembahkan’. Hingga kini, terang dia, kegiatan itu telah meluluskan sekitar 1.000 orang guru dari berbagai daerah di Indonesia. [lis/fif





PONDOK PESANTREN KEMPEK

6 09 2008

Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa pembangunan nasional Negara Republik Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang merata, materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

 

Pondok Pesantren sebagai sub sistem Pendidikan Nasional yang memiliki akar kuat           (Indogenous ) pada masyarakat muslim Indonesia, dalam perjalannya selalu mampu sebagai survival system, sistem pertahanan hidup bagi keberlangsungannya. Pesantren memiliki model pendidikan yang multi aspek. Santri tidak hanya dididik menjadi seorang yang mengerti ilmu agama, atau praktek ibadah secara benar tetapi juga mendapat tempaan kepemimpinan yang alami, kemandirian, kesederhanaan, ketekunan, kebersamaan, dan kesetaraan serta sikap lainnya ditanamkan secara tidak disadari. Modal inilah yang kemudian hari mampu melahirkan masyarakat yang berkualitas dan mandiri yang merupakan bentuk partisipasi pesantren dalam mensukseskan pembangunan nasional.

 

Kemajuan zaman semakin bergulir, sehingga tak kerap kritik tajam pun muncul kepermukaan. Dari mulai konservatisme, elitisme, feodalisme adalah materi kritik yang paling sering dilekatkan dengan dunia pesantren. Terlepas dari menolak atau menerima kritik tersebut, ternyata pesantren dalam perkembangannya telah mampu menjadi alternatif baru sistem pendidikan yang terbaik yang memungkinkan terbentuknya kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ).   Ini terbukti dengan semakin menjamurnya pesantren dengan berbagai tipe dan model pendidikannya, yang diikuti dengan terus bertambahnya jumlah santri dari tahun-ketahun.

 

Termasuk salah satunya adalah Pondok Pesantren Kempek Cirebon yang berdiri semenjak 1908 yang dalam perkembangannya kini telah memiliki berbagai unit pendidikan, diantaranya adalah Pengajian Salafi, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Dan sekarang menampung tidak kurang dari 2.000 orang santriwan/wati dari berbagai daerah di pulau Jawa dan luar Jawa.